Bayangkan sebuah ruang tanpa limit, waktu tanpa detik, dan kalimat tanpa titik. Semua yang tak terbatas selalu menuju paradoks.
Pada Sebuah Reuni (Hari Ke-29 dari 30 Hari Bercerita)
Pada sebuah pertemuan, kau memainkan sebuah nada ganjil yang mengingatkanku kepada masa lalu, isi kepala, dan keluarga.
Pulau-pulau dan Bergerak (Hari Ke-28 dari 30 Hari Bercerita)
Kalau kita mengunjungi semua pulau di Indonesia setiap hari, butuh waktu 43 tahun untuk bisa mengunjungi semuanya.
Senja di Pelabuhan (Hari Ke-27 dari 30 Hari Bercerita)
Pada senja terakhir sore itu, kau mengantarku ke pelabuhan. Di tenang lautmu senja berteduh. Di kedua matamu aku berlabuh
Masa Kecil dan Sepakbola (Hari Ke-26 dari 30 Hari Bercerita)
Masa kecil artinya adalah bermain. Sepakbola adalah permainan yang melintasi segala musim.
Cerita Di Balik Makanan (Hari Ke-25 dari 30 Hari Bercerita)
Makanan bukan hanya pemuas isi perut dan kebutuhan fisik, tapi juga gerbang menuju sejuta cerita mengenai tempat ia mengada.
Kita Butuh Hoaks (Hari Ke-24 dari 30 Hari Bercerita)
Meski mengaku benci hoaks, nyatanya kadang kita butuh bahkan cenderung ingin mendengar hoaks.
Tentang Perjalanan (Hari Ke-23 dari 30 Hari Bercerita)
Menghabiskan waktu di perjalanan dan makna untuk pengetahuan diri. Apakah kita benar-benar tahu?
Sebelum Cahaya (Hari Ke-22 dari 30 Hari 30 Hari Bercerita)
Dunia sebelum cahaya tidak mungkin diketahui, tapi setelah ada cahaya ternyata kehidupan juga penuh soal.
Kota Mati (Hari Ke-21 dari 30 Hari Bercerita)
Semalam kota mati. Kota menjadi gelap dan sepi. Lalu pagi-pagi satu orang bangun, tapi ke mana semua suara?
Komentar Terbaru